Sunday, February 7, 2021

NAHDLATUL ULAMA (NU): Dari, Oleh Dan Untuk Umat Islam Serta Dunia

 


Penulis mengangkat judul diatas, ingin mengajak kepada para pembaca untuk kembali merenungi dan menyikapi keberadaan Nahdlatul Ulama’ (NU) sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang dalam hal ini bisa kita lihat semisal dari sisi sejarah, bagaimana kiprah Nahdlatul Ulama’ melalui santri-santri  pondok pesantren ikut bersama-sama dengan para pejuang dalam merebut kemerdekaan negeri ini dari penjajah, dan dari sisi persoalan kemaslahatan umat, bagaimana NU ikut dalam menjaga keharmonisan dan kerukunan antar umat beragama melalui sosialisasi dan himbauan untuk mengedepankan sikap toleransi antar umat beragama dan melalui Kementerian Agama saat ini pula ramai diperbincangkan akan pentingnya gerakan moderasi beragama, dan hingga kiprah NU dikancah dunia internasional yang ikut berkontribusi dalam mendukung dan menjaga perdamaian dunia dan lain sebagainya

Nahdlatul Ulama’ adalah jam’iyah yang didirikan oleh hadratus syaikh KH. Hasyim Asyari dan KH. Wahab Hasbullah serta para Kiai pengasuh pesantren. Dan tujuan didirikannya NU ini diantaranya adalah: 1) memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam ahlus Sunnah wa al-jama’ah yang menganut pola empat madzhab empat: imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali, 2) mempersatukan langkah para ulama dan pengikit-pengikutnya, dan 3) melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia (Tim PWNU Jatim 2007, 1)

Nahdlatul Ulama’ merupakan jam’iyah yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan ciri utama Aswaja NU adalah sikap tawassuth dan I’tidal (tengah-tengah dan atau keseimbangan). Yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalil, antara dalil naqli dan dalil aqli, antara pendapat Jabariyah dan Qadariyah dan sikap moderat dalam menghadapi perubahan dunyawiyah. Dan dalam masalah fiqh sikap pertengahan antara “ijtihad” dan “taqlid buta”, yaitu dengan cara bermazhab. Ciri sikap ini adalah tegas dalam hal-hal yang qath’iyyat dan toleran dalam hal-hal zhanniyyat. (Tim PWNU Jatim,2007, 3)

           Segala permasalahan yang menimpa bangsa Indonesia juga ikut menjadi perhatian NU, oleh karenanya dalam kaitan ini, Nahdlatul Ulama’ mendasari dengan empat semangat: a) ruhut tadayyun (semangat beragama yang dipahami, didalami dan diamalkan, b) ruhul wathaniyah ( semangat cinta tanah air), ruhut ta’addudiyah ( semangat menghormati perbedaan), dan d) ruhul insaniyah (semangat kemanusiaa). Keempat semanagat itu NU selalu melekat dan terlibat dalam proses perkembangan Indonesia ( Tim PWNU Jatim,2007, 47-48)

           Dalam tataran praktis dalam prinsip-prinsip NU yakni prinsip tawasuth, tawazun, I’tidal serta tasamuh (toleransi), oleh KH Ahmad Siddiq  dalam buku Hujjah NU (2008: 9-11) menjelaskan bahwa kesemuanya itu dapat diwujudkan dalam beberapa hal, yakni:

1.   Akidah

a.      Keseimbangan dalam penggunaan dalil ‘aqli dan dalil naqli

b.      Memurnikan akidah dari pengaruh luar islam

c.       Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid’ah apalagi kafir

2.   Syari’ah

a.     Berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadis dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

b.      Akal baru dapat digunakan pada masalah yang tidak ada nash yang jelas ( sharih/qath’i)

c.       Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni)

3.   Tashawwuf/akhlak

a.   Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam

b.      Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu

c.  Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap saja’ah atau berani ( antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadlu’ (antara sombong dan renah diri), dan sikap dermawan (antara kikir dan boros)

4.   Pergaulan antar golongan

a.    Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing

b.      Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda

c.       Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai

d.     Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam

5.   Kehidupan bernegara

a.  NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa

b.    Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama

c.       Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah

6.      Kebudayaan

a.  Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama

b.  Kebudayaan yang baik dan tidak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal

c.  Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestraikan budaya lam yang maish relevan ( almuhafazhah ‘alu al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded al-ashlah)

7.   Dakwah

a.   Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang dirihai Allah SWT

b.  Berdakwah dilakukan  dengan tujuan dan sasaran yang jelas

c.    Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah

           Dari uraian sekilas tentang organisasi Nahdlatul Ulama’ (NU) di atas jika dikaitkan dengan judul diatas, maka bisa penulis uraikan dibawah ini:

             Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi basis jama’ahnya dari kalangan kaum muslimin yang berhaluan ahlusunnah wal jama’ah, sehingga amaliah-amaliah keagamaan yang ada di kaum nahdliyin sudah bisa dikenali dan membudaya, seperti contoh tahlilan, dan acara acara hajatan lainnya. Jama’ah dari kumpulan kaum nahdliyin tersebut dipimpin oleh yang namanya seorang kyai. Sehingga peran serta kyai dalam meluruskan dan membimbing sangat besar bagi kaum nahdliyin. Dan berdirinya Nahdlotul Ulama’ juga tidak lepas dari para kyai, baik sumbangsih berupa pikiran, tenaga ataupun yang lainnya

           Nahdlatul Ulama (NU) didirikan oleh para ulama’ yang dalam hal ini oleh hadratus syaikh KH. Hasyim Asyari, dan KH. Wahab Hasbullah. Dan tentunya tidak lepas atas dukungan dan peran serta para pengasuh pondok pesantren negeri ini.  Dengan tekad bulad dan keteguhan hati bisa mendirikan sebuah organisasi yang bisa menjadi wadah dalam pembinaan dan berkembangnya kaum muslimin di negeri ini.

           Hadirnya jam’iyah Nahdlatul ‘Ulama’ untuk kemaslahatan semua umat, baik bagi kaum nahdliyin maupun kaum muslimin secara umum dan juga kepada antar umat beragama baik di Indonesia maupun luar negeri. Untuk kalangan kaum nahdliyin, hadirnya NU bisa memberikan petunjuk yang jelas berkenaan amaliyah agama semisal perihal ubudiyah, artinya NU sudah jelas memberikan panduan untuk amaliyah agama menganut salah satu empat madzhab dan amaliah amaliah lainnya. Disamping itu Nu juga sudah jelas memberikan arahan terkait perbedaan pemikiran di antara umat muslim dengan memberikan arahan untuk bersikap saling menghormati, sehingga adanya perbedaan di antara kaum muslim tidak menjadi persoalan besar asal masih dalam koridor tidak bertentangan dengan syariat Islam.

           Kemudian berkenaan dengan hadirnya NU untuk semua umat khususnya bagi non muslim di negeri ini, NU juga sudah jelas memberi arahan agar bersikap tasammuh (toleransi) kepada penganut kepercayaan agama lain, sehingga kerukunan umat Beragama tetap terjaga, ini jika dilihat dalam skala kecil. Dan jika dilihat skala besar dalam dunia internasional, NU juga memberikan sumbangsih besar terhadap terwujudnya perdamain dunia. Di dalam buku jembatan Islam-Barat (2015: 245), dijelaskan bahwa semasa kepemimpinan KH. Hasyim Muzadi NU membentuk wadah internasional yang bernama internasional conference of Islamic scholars (ICIS) yang berarti “konferensi internasional cendekiawan Islam”. KH Hasyim Muzadi memposisikan ICIS dan NU sebagai inspirator keadilan dan perdamaian dunia. Dengan kata lain, lewat ICIS, NU akan melakukan globalisasi nilai nilai Islam rahmatan lil’alamin, dengan sikap moderat, adil, tawazun (seimbang) dan toleran.

           Melalui tulisan ringkas ini semoga bisa bermanfaat dan menjadikan kita semakin mantap dan yakin bergabung dalam wadah jam’iyah Nahdlatul Ulama’ yang telah banyak memberikan kemanfaatan bagi umat dalam kehidupan sehari-hari.

          

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdusshomad, Muhyudin. Hujjah NU (Surabaya, Khalista, 2008)

Syarkun, Mukhlas dan Moh. Arifin. Jembatan Islam-Barat. (Jogjakarta: PS, 20015)

TIM PWNU Jawa Timur. Aswaja An-Nahdliyah. ( Surabaya: Khalista, 2007)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

0 comments:

Post a Comment